Kamis, 16 Februari 2017

Dua Hari Bersama Pak Sapto dan Bu Pikat


Siapakah Pak Sapto dan Bu Pikat ? Pak Sapto dan Bu Pikat adalah sepasang suami istri yang membagikakan ilmu nya kepada saya dan teman-teman. Berungtung bagi kami mendapat kesempatan untuk belajar mengenai difabel dengan beliau-beliau. Saya dan delapan teman saya yang merupakan anggota KSR PMI Unit UNS memiliki rencana untuk mengadakan sebuah kegiatan dengan teman-teman yang memiliki kebutuhan khusus.
Oleh karena itu kami ingin lebih banyak tau bagaimana berinterkasi secara wajar dengan teman-teman difabel. Kami dikenalkan dengan Bu Pikat melalui Pak Budi, salah satu relawan PMI di Solo. Kebetulan Bu Pikat juga merupakan relawan di PMI Solo. Singkat cerita kami mulai menghubungi Bu Pikat dan bertemu langsung dengan beliau. Beliau merupakan seorang fasilitator TDB (Tanggap Darurat Bencana) dan beliau menawarkan untuk memberikan pelatihan secara gratis kepada kami. Pelatihan ini bertujuan agar sebelum kami mengadakan sebuah acara dengan orang difabel sebaiknya kami mengetahui tentang difabel itu sendiri dan bagaimana berinteraksi dengan mereka. Kenapa kami sangat tertarik mengikuti pelatihan ini ? Karena kami sangat awam dengan orang difabel dan Pak Sapto dan Bu Pikat kebetulan merupakan orang dengan kebutuhan khusus juga.
            Tanggal 14 februari 2017 adalah pelatihan hari pertama yang diadakan di rumah Pak Sapto dan Bu Pikat. Kami disambut dengan sangat ramah oleh mereka. Hari pertama diisi dengan materi Ideologi kenormalan oleh Pak Sapto. Apa itu Ideologi Kenormalan ? Ideologi Kenormalan merupakan ajaran yang diyakini dalam menjalani sebuah kehidupan tentang kenormalan itu sendiri. Banyak orang yang menganggap bahwa ada orang cacat di dunia ini. Akan tetapi sebenarnya, sesorang dikatakan menjadi menusia normal jika memilik tiga hal. Yaitu raga, jiwa dan ruh. Nah maka dari itu tidak ada orang cacat di dunia ini. Karena meskipun mereka memiliki kebutuhan khusus, mereka masih memenuhi ketiga unsur tersebut. Dari pelajaran itu pikiran saya mulai terbuka dan menganggap bahwa semua orang itu sama. Pelajaran ini membuka pikiran dan pandangan saya terhadap teman teman difabel. Selama ini terjadi asumsi asumsi yang salah antara orang yang merasa dirinya normal dan orang yang merasa dirinya tidak normal. Seperti contohnya orang yang merasa dirinya normal menganggap orang difabel itu gampang marah, atau orang difabel menganggap orang orang biasa itu orang yang tidak bisa menerima dirinya. Oleh karena itu, antara orang difabel dan orang yang menganggap dirinya normal tidak terjadi hbungan yang baik. Sebaiknya hilangkan prespektif seperti itu terhadap orang difabel. Mereka sama saja dengan kita kita. Mereka tidak akan marah tanpa alasan yang jelas. Bila mereka marah, coba ingat ingat hal kurang pantas apa yang telah kamu lakukan kepada mereka. Berinteraksilah sewajarnya dengan mereka layaknya kalian berinteraksi dengan teman teman kalian.



            Selanjutnya, untuk hari kedua diisi oleh Bu Pikat dengan materi Etika Berinterasi dengan Difabel dan Konsep Inklusi. Dari sini saya menjadi lebih paham bagaimana memperlakukan teman-teman difabel. Entah itu dengan tuna daksa, tuna netra atau yang lainnya. Selain itu, pemahaman saya tentang sekolah inklusi juga jauh terbuka lebar. Selama ini banyak sekolah yang menganggap mereka sekolah inklusi hanya karena ada siswa difabel di sekolah mereka. Padahal itu salah, inklusi yang sebenarnya jika sekolah tersebut telah memenuhi standar standar untuk orang difabel yang memudahkan akses siswa tersebut juga dalam hal kurikulumnya. Lebih parah lagi ada beberapa sekolah yang menolak untuk menerima siswa difabel karena dianggap tidak mampu mengikuti pelajaran yang ada. Padahal setiap anak difabel memiliki hak yang sama dalam pendidikan. Mereka yang memiliki kekurangan pada kakinya bukan berarti otaknya juga tidak mampu untuk bisa sekolah di sekolah biasa. Mungkin, konsep inklusi ini merupakan hal rumit yang perlu dipertimbangkan untuk dibenahi agar setiap anak difabel mendapatkan kesempatan yang sama dalam pendidikan juga dalam kehidupan sosialnya.
            Itu saja cerita tentang pengalaman saya belajar dengan orang orang hebat seperti Pak Sapto dan Bu Pikat. Setelah  pelatihan dua hari tersebut banyak hal yang berubah dari diri saya, seperti cara saya memaknai hidup ini, juga cara pandang saya terhadap teman-teman difabel.  Semoga Pak Sapto dan Bu Pikat selalu dalam lidungan Alloh. Aamiin.....

2 komentar:

 
Bela Sofiana Lenterawati Blogger Template by Ipietoon Blogger Template