Jumat, 13 Maret 2015

Antara Rasaku

ANTARA RASAKU
Karya : Bela Sofiana Lenterawati

Masa liburan telah berakhir, ini saatnya bagi Dinda meninggalkan kenangannya saat sekolah dasar dan memulai kehidupannya sebagai seorang siswa SMP. Dinda, gadis berambut sebahu tersebut adalah satu satunya siswa dari SD nya  yang melanjutkan sekolah ke SMPN 1 Trenggalek. Itu yang menjadi alasan kenapa ia tidak bersemangat di hari pertamanya masuk sekolah.
Terik matahari yang masuk lewat jendela menyilaukan matanya. Dinda segera menutup wajahnya dengan selimutnya. Mamanya yang sengaja membukakan selambu kamarnya pun dibuat geleng geleng kepala atas sikapnya ini.
‘’Dindaaaa, jam segini kok masih tidur !! Ayo cepetan bangun sayang..’’ teriak mama Dinda dengan berusaha untuk membuka selimut yang menutupi tubuh Dinda.
‘’Mmm, bentar lagi ma, 5 menit lagi’’ desah Dinda yang matanya masih terpejam.
‘’Gak ada 5 menit menitan. Hari pertama masuk sekolah kok males-malesan.’’
Dengan tidak sabar mamanya pun segera menarik Dinda agar bangun dari tidurnya. Dinda yang merasa aktivitas tidurnya diganggu mamanya sendiri mulai membuka matanya.

‘’Mama apaan sih, aku males masuk sekolah. Soalnya gak ada temen berangkat sekolah. Masak aku harus sepedahan sendirian sampek sekolah sih ma.. Mama anterin aku yaa ?’’ rajuk dinda dengan wajah yang kusut.
‘’Jangan manja sayang, Mama harus anterin adik kamu ke sekolah dan gak mungkin buat Mama nganterin kalian berdua bersamaan. Sekolah kalian kan beda jalur. Polsek tempat Ayah kerja juga beda arah sama sekolah kamu Din.’’
Dinda yang mendengar alasan yang sebenarnya sudah ia duga akan keluar dari bibir mama pun hanya bisa pasrah. Ia sadar tak mungkin untuk Mama dan Ayahnya mengantarkan dirinya ke sekolah. Ayah Dinda adalah seorang polisi sedangkan Mamanya seorang ibu rumah tangga yang punya kesibukan lebih untuk mengurus adiknya yang masih duduk di kelas 2 sekolah dasar. Sebagai anak ke dua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan ia menyadari bahwa adiknya lebih membutuhkan kasih sayang dari mamanya. Dinda mungkin saja meminta Kakanya untuk mengantarkannya, namun itu tak akan dilakukannya. Kakanya yang sudah SMA mempunyai jadwal pulang yang lebih sore darinya, selain itu ia tahu Kakanya tak akan mau untuk mengantarkannya ke sekolah.
‘’Mama kok gitu sih...’’ rengek Dinda dipelukan Mamanya.
‘’Sudah Din, kan kamu sudah biasanya sepedahan. Jangan karena nggak ada temen berangkat sekolah kamu jadi males begini. Sekarang cepetan mandi. Mama siapin sarapannya.’’ Ucap Mama Dinda yang kemudian keluar dari kamar Dinda.
            ‘’Ih Mama...’’
*******
            ‘’Wah, bau nasi gorengnya sedap banget nih’’ celoteh Dinda.
Dinda yang sudah berpakaian seragam rapi segera duduk di meja makan. Disana sudah duduk Ayah Dinda, Kakaknya yang bernama Rasti dan juga adiknya Kaila.
            ‘’Iya, Mama juga sudah siapin bekal buat kamu’’ kata Mama Dinda.
            ‘’Makasih ya Ma’’
            ‘’Duh, anak Ayah sudah SMP. Sudah siap kan menghadapi masa SMP ?’’ tanya Ayah Dinda.
            ‘’Ya begitulah Yah, Dinda sedih aja soalnya nggak ada temen SD ku yang satu sekolah sama aku’’ jawab Dinda.
            ‘’Di sekolah kamu yang baru itu kamu bakalan dapat temen baru yang lebih banyak dari temen SD kamu, jadi nggak usah kawatir deh Din’’ sahut Kak Rasti dengan kedipan matanya.
*******
            Jarak rumah dan sekolah baru Dinda bisa dikatakan lumayan jauh. Ia harus mengkayuh sepedahnya selama setengah jam agar sampai di sekolahnya, SMPN 1 Trenggalek. Sekolah Dinda termasuk sekolah favorit di kotanya. Ia menikmati udara dan pemandangan sekitar jalan menuju sekolahnya. Pukul 06.45 ia sampai di sekolahnya. Sekolah sudah mulai dipenuhi siswa-siswa. Banyak dari mereka yang masih mengenakan seragam SD seperti dirinya. Ia lalu memarkir sepedahnya di tempat parkir siswa. Dinda yang masih baru mengenal sekolahnya itu celingak celinguk mencari papan pengumuman pembagian kelas. Dari kejauhan ia melihat tempat yang sedang dikerumuni banyak siswa baru. Dinda pun segera bergegas menuju tempat tersebut.
            ‘’Duh rame banget sih, mana keringatan gini. Jadi tambah panas deh’’ bisik Dinda dalam hatinya sambil mengusap peluh yang menetes dari dahi. Dinda yang berpostur tinggi krempeng itu dengan mudah menyelusup ke depan papan pengumunan. Banyak dari anak lain yang sudah menemukan kelasnya. Matanya mencari cari namanya dari atas ke bawah, dari samping kanan sampai samping kiri.
            ‘’Acha, Dino, Reina... Mana nih nama aku kok gak ada’’ ucapnya pelan sambil terus menelusuri papan pengumuman tersebut. Ada 9 kelas di angkatan Dinda, setiap kelas diisi oleh 30 siswa.
            ‘’Dinda Absisca Bramantya, wih ketemu.. kelas VII G’’ teriak Dinda tanpa sadar.Dinda kemudian keluar dari kerumunan tersebut dan mulai mencari kelas VII G.
‘’Semoga temen temen sekelasku anak yang asik asik’’ doanya dalam hati. Dinda yang telah menemukan kelasnya langsung masuk dan duduk di bangku terdepan. Sudah banyak siswa yang masuk kelas. Ia mencoba mengamati teman teman barunya. Dinda memberikan senyum terbaiknya kepada setiap muka yang ia temui di kelas.
            ‘’Emm, hai. Boleh aku duduk disini ?’’ tanya salah seorang siswa perempuan berkucir kuda kepadanya.
            ‘’Boleh, dengan senang hati. Kenalin aku Dinda Absisca Bramantya. Biasa dipanggil Dinda’’ Dinda kemudian mengulurkan tangannya. Gadis tersebut lalu menjabat tangan Dinda dan mengenalkan dirinya.
            ‘’Ferasetyana Waradewi biasa dipanggil Ana’’ Ana kemudian terseneyum dan Dinda pun tak luput membalas senyum itu.
            ‘’Duh mau ngomong apa lagi yaaa ? Nggak tau nih mau tanya apa’’ ucapa Dinda dalam hati. Dinda dan Ana yang sama sama bingung mau berkata apa kemudian hanya diam dan saling menatap buku kosong yang ada dimeja.
Tett.... Tett.. Tett...
            Bel masuk telah berbunyi. Siswa-Siswa baik siswa baru maupun siswa kelas VIII dan IX disuruh keluar kelas untuk melaksanakan apel. Untung saja Bapak kepala sekolah tidak berlama lama untuk menyampaikan pesan pesan. Segera setelah itu siswa siwa kembali kedalam kelas dan bagi siswa baru mereka harus mengikuti acara MOS selama 3 hari kedepan.MOS adalah saat dimana kakak kelas, biasanya OSIS memberikan pengenalan kepada siswa baru tentang sekolah mereka. MOS kerap kali dijadikan ajang perponcloan untuk siswa baru. Namun di sekolah baru Dinda ini, perponcloan sudah lama tidak diberlakukan.
            ‘’Selamat pagi adik adik, gimana ? liburannya asik ?’’ sapa Kakak OSIS yang membimbing kelas VII G. Banyak dari siswa yang kemudian menjawab sapaan dari Kakak yang bernama Tiara itu. Tiara kemudian menceritakan tentang agenda MOS untuk hari ini. Dinda yang keringatnya terus mengucur akibat apel tadi tidak begitu memperhatikan Tiara. Ia sibuk mengipasi wajahnya dengan bukunya. Tiba-tiba siswa siswa yang tadinya diam mulai berbisik bisik dan Ana teman sebangkunya bahkan menyikut Dinda agar Dinda ikut melihatnya.
            ‘’Hai adik adik semua, perkenalkan saya Andika. Saya dan Kak Tiara yang akan menjadi pendamping kelas kalian.’’
Suara berat yang terdengar asing itu menarik perhatian Dinda. Ia lalu mengangkat kepalanya untuk melihat sosok yang menjadi empu suara. Bagaikan terbang ke awan, Dinda merasakan jantungnya berdegup kencang dan matanya tak berkedip sedetikpun. Sosok kakak kelas yang menurutnya sama seperti novel novel yang pernah dibacanya. Cowok dengan postur tinggi tegap dan senyum manis yang melekat di wajahnya mampu membuat setiap cewek terpesona. Ditambah tubuh yang atletis serta jambul di rambutnya melengkapi keindahan yang ada pada Andika.
‘’Duh, ganteng banget sih..’’ suara suara tersebut kemudian terdengar di setiap penjuru kelas, siswa siswa perempuan seperti terhipnotis akan pesona Andika. Begitu juga dengan Dinda.
            Seakan menyadari keadaan penuh tatapan kagum yang tertuju padanya, Andika pun segera mengalihkan perhatian adik adik kelasnya pada dunia yang sebenarnya. Ia dan Tiara mengadakan game. Untuk mempercepat proses pengenalan, permaian yang dilakukan adalah menyebut nama dari siswa yang duduk paling belakang kemudian berlanjut ke siswa yang ada disebelahnya begitu juga seterusnya sampai siswa yang berada paling depan yaitu Dinda.
            ‘’Duh, kesalahan nih duduk paling depan’’ gerutu Dinda.
            ‘’Kita pasti bisa kok Din !’’ Ana pun menyemangati Dinda yang kelihatan tak berdaya.
            ‘’Sudah paham kan adik adik permainannya ?’’ tanya Andika dengan gayanya yang masih saja keren.
Seluruh siswa pun dengan kompak menjawab “Sudah !!’’
            ‘’Kita mulai ya ? Siap ? 3,2,1 Go !’’ teriak Tiara bersemangat.
 ‘’Yuki” Siswa paling belakang dengan segera meneriakkan namanya.
            “Yuki, Vino’’
            ‘’Yuki, Vino, Joko’’
            ‘’Yuki,Vino, Joko, Hana’’
            Wajah-wajah lega anak anak yang sudah menyelesaikan misinya berbanding terbalik dengan ketegangan yang dirasakan Dinda. Ia tak kuasa mengingat nama nama 29 teman lainnya.
            ‘’Yuki, Vino, Joko, Hana, Astrid, Gladiol, Karin, Doni, Andra, Sigit, Vina, Nina, Lolita, Bram, Yuli, Pris Pris.. Pris siapa ya’’ Siswa itu gagal menyebutkan nama temannya. Ia pun harus maju untuk menerima hukuman. Permainan pun dilanjutkan. Alhasil 5 diantara 30 siswa ada didepan kelas untuk menerima hukuman. Dinda pastilah termasuk dalam 5 siswa tersebut. Mereka dihukum menyanyikan lagu balonku ada lima yang setiap huruf vokalnya diganti dengan O. Semua siswa pun tertawa bersama.
*******
            Dinda berjalan ogah ogahan menuju parkiran. Pikirannya terus melayang pada Kakak kelasnya. Andika. Saat ia mulai meninggalkan parkiran sekolah, matanya menemukan sosok yang berada di pikirannya saat ini. Andika duduk di sepedahnya di depan gerbang sekolah.
            ‘’Nyapa gak nyapa enggak nyapa enggak’’ Batin Dinda terus menerus bergulat bahwa sebaiknya ia menyapa Kak Andika atau tidak. Tapi kalau Dinda tidak memanfaatkan kesempatan ini, kapan lagi ia ketemu dengan Kak Andika ? Mungkin saja besok pendamping kelasnya bukan orang yang sama. Tapi dengan nyali Dinda yang ciut, alhasil ia tak berani menyapa dan hanya menundukkan kepalanya.
            ‘’Dinda ??’’
            Dinda terkejut. Ada yang memanggilnya. Ia menengok pada Kak Andika.
“Apakah Kak Andika memanggilku ? Mimpikah aku ?” batin Dinda.
            “Sssaaa saya kak ?’’ tanya Dinda dengan terbata bata.
            “Iya. Dinda kan nama kamu ? Kalau bukan berarti aku salah inget nama tadi’’ Andika pun menjawab dengan ragu. Ia menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
            ‘’Iii Iya kak. Ada apa ya ?’’ Dinda merasa melayang. Ia tak menyangka Kak Andika hafal dengannya. Dinda pun lagu mendekat ke arah Andika.
            ‘’Enggak ada apa apa, tadi kamu lucu aja waktu nyayi. Ngomong-ngomong rumah kamu mana ?’’ tanya Andika antusias.
Saat Dinda mau menjawab pertanyaan Andika, tiba tiba seseorang memanggil Andika.
            ‘’Kak Dik !!’’ Seorang siswa laki laki yang juga berseragam SD sama seperti Dinda mengayuh sepeda menuju arah Andika dan Dinda.
            ‘’Lama banget sih, ditungguin dari tadi’’ omel Andika dengan muka yang dibuat seakan akan dia marah.
            ‘’Hmm, ya maaf. Tadi jajan dulu di kantin. Eh, ngomong ngomong dia siapa ?’’ tanya anak itu pada Andika.
            ‘’Kenalin dia Dinda, dia itu seangkatan sama kamu. Dinda ada di kelas VII G yang kebetulan tadi aku yang ngedampingin.’’ Jelas Andika pada anak itu.
            ‘’Dani. Aku kelas VII E.’’ Ucap anak tersebut sambil terus memandang wajah Dinda. Dinda meras risi atas perlakukan anak itu padanya.
            ‘’Dinda’’ ucap Dinda dengan nada yang lembut.
            ‘’Kalau gitu aku pamit pulang duluan ya Kak, Duluan Dan.’’ Pamit Dinda.
*******
            Hujan deras mengguyur Trenggalek malam ini. Dinda sudah bersiap untuk tidur. Namun ia sulit untuk memejamkan matanya. Ia terus teringat sosok Andika yang sungguh menguras pikirannya. Sebuah pesan masuk membuyarkan lamunannya.
Drrtttt.. Drttt...
            Slmt mlm Dinda.. G pa ?
            “Nomor siapa ya ini ? Apa mungkin nomor teman sekelasku tadi ?’’ tanya Dinda pada dirinya sendiri.
‘’Oh iya tadi kan sepat tukar tukaran nomor telepon satu kelas.” Dinda lalu membalas pesan tersebut.
Slmt mlm jg. Ini mw tdr. Btw, ini no sp y ?
Drrtt.. Drrttt.. Dinda segera membuka pesan tersebut.
            Dani. Yg td ketemu di gerbang
Dinda terkejut. Ia kaget bagaimana Dani bisa tau nomernya. Ia sebetulnya mengharapkan Kak Andika yang menghubunginya. Karena tak tertarik dengan pesan itu, ia pun tidak membalas pesan dari Dani. Dinda memilih untuk segera tidur agar bermimpi seorang Andika.
********
Masa MOS telah berakhir. Kini Dinda sudah sepenuhnya menjadi seorang siswi SMP. Hari harinya kini telah berubah. Dengan datangnya Andika mebuat Dinda bertambah semangat untuk ke sekolah. Ia bahagia sekedar untuk melihat wajah manis itu.
‘’Eh tau nggak, kemarin aku liat Kak Andika pulang bareng sama anak laki laki kelas VII’’ cerita Yuki teman sekelas Dinda saat istirahat berlangsung. Dinda yang mendengar nama Andika disebut tertarik dengan topik itu, Dinda pun mendekat ke gerombolan cewek cewek yang tengah asyik bergosip.
‘’Dani anak VII E kan ? Ada yang bilang mereka sepupuan dan rumah mereka deket begitu lho’’ jawab Asih dengan semangat gosip yang menggebu.
‘’Masak sih ? Kok gak ada mirip miripnya ?’’ tanya Dinda dengan suara yang super keras saking kagetnya. Ia tak menyangka Dani adalah sepupu idolanya. Dan akhir akhir ini ia dan Dani semakin dekat karena Dani selalu sms Dinda.
‘’Duh Dinda, jangan keras keras dongg... Kan cuma sepupuan gitu loh. Beda bapak sama ibu gitu’’ jelas Asih yang juga mengagumi Andika.
Dinda tak habis pikir. Bagaimana bisa ia tak curiga sejak awal saat ia pertama kali ketemu Kak Andika dan Dani di gerbang waktu itu ? Dinda tak pernah menyangka mereka ada hubungan darah meski hanya sepupu. Waktu itu mungkin otaknya hanya terjejali tentang Andika dan Andika....
*******
            Dinda mengkayuh sepedahnya sekuat tenaga. Matahari seakan tepat di atas kepala. Ia menggerutu dalam hati menyalahkan keadaan saat ini. Dinda mulai membayangkan meminum es krim saat ini. Seseorang tiba tiba berjejer di sampingnya.
            “Eh Kak Dika. Ngagetin aja” ucap Dinda malu malu.
            ‘’Kamu sih ngelamun aja, entar cantiknya ilang lho’’ goda Kak Dika dengan tatapan misterius ke arah Dinda. Dinda yang merasa ada yang aneh dengan tatapan itu dibuat salah tingkah olehnya.
            ‘’Cantikan juga Kak Dika.’’ Jawab Dinda asal. Ia lalu menggerutu dalam hati mengapa ia bisa sebodoh ini.
            ‘’Masak sih ? Aku cantik yaa ? Baru kamu yang bilang aku cantik.’’
Dinda pun hanya bisa tertawa canggung. Untung saja Kak Andika bukan tipe pemarah. Dinda dan Andika pun asyik mengobrol sepanjang jalan.
            ‘’Eh, aku belok gang duluan depan situ. Rumah kamu masih jauh ?’’ tanya Andika
            “Oh, rumah Kakak belok situ ya ? Kalau rumah aku Jatiprahu Kak. Sudah lumayan deket sih dari sini’’ jawab Dinda yang sebenarnya tidak mau pisah dengan Andika
            ‘’Kapan-Kapan boleh ya aku main ke rumahmu ? Eh, kamu tau Dani kan ? rumah Dani pas sebelah kanan rumah aku. Main main deh ke rumahku kalo main ke rumah Dani.’’ Ucap Andika dengan nada yang menggoda.
            ‘’Kakak apaan sih, sudah aku duluan ya ?’’ pamit Dinda ditambah lambain tangan kepada Andika.
*******
Hari demi hari berlalu, bulan pun berganti. Tidak terasa sudah 3 bulan Dinda menjadi siswa SMP. Hari harinya indah, teman temannya membuat ia betah di masa smp ini. Tapi tidak sesuai dengan harapannya yang berharap ia semakin dekat dengan Andika, justru ia tidak menyangka  ia tambah dekat dengan Dani, sepupu Andika. Hubungannya dengan Andika hanya jalan ditempat, sekedar bertegur sapa. Sebenarnya Dinda mendengar gosip gosip bahwa Andika menyukainya. Tapi Dinda berusaha untuk tidak mempercayainya, karena pada kenyataannya Andika tak pernah mengirim pesan ataupun mengajaknya bertemu seperti yang dilakukan Dani saat ini. Dani mengajak Dinda bertemu di depan laboratorium fisika saat istirahat.
‘’Kok nglamun sih Din ?’’ tanya Dani yang menyadari Dinda sejak tadi tidak mendengarkannya bercerita.
‘’Enggak kok, Cuma lagi ngantuk aja’’ jawab Dinda asal.
‘’Oh gitu, kemarin aku main basket sama Kak Andika. Trus dia tanya tentang kabar kamu.’’ Pancing Dani. Dani tau, sebenarnya Dinda dan Andika saling suka. Tapi karena Andika tak pernah mengakui kalau ia ada hati pada Dinda, Dani lah yang akhirnya berjuang untuk mendapatkan Dinda meski dengan susah payah. Ia tau Dinda hanya tertarik dengan obrolan seputar Andika.
‘’Apa ? Kak Andika tanya kabar aku ? emm.. trus trus gimana ?’’ tanya Dinda bersemangat. Seperti yang Dani duga, apapun tentang Andika selalu membuat Dinda tertarik.
**********
            Dinda semakin dekat saja dengan Dani. Hari harinya dilalui dengan Dani. Ia mulai nyaman mengobrol dengannya. Ia akui Dani bisa mengisi kekosongan hatinya dengan cara yang sungguh membuat Dinda semakin merasa bersalah. Ia tak menyangka, awal kedekatannya dengan Dani hanya karena ia ingin mencari informasi lebih tentang Andika. Malam ini seperti malam biasanya. Ia asyik sms an dengan Dani.
Drrttt..Drtt.. Ia membuka pesan Dani. Malam ini mereka membahas tentang Basket. Olahraga kesukaan Dani dan Andika. Namun tiba tiba, Dani mengirimkan sms yang membuatnya berpikir keras.
            Bunga yang layu kini mekar kembali
            Engkaulah hujan di jiwa yang kering keronta
            Air itu menumbuhkan segala rindu yang ada
            Menyejukkan hati yang teronta
            Engkaulah Dinda ku..
Maukah kau menjadi pacarku ?
Tanpa disangka sangka, setelah berpikir lama. Akhirnya Dinda membalas cinta Dani. Entah apa yang terjadi. Dinda kemudian hanya termenung memikirkan perasaannya saat ini.
*******
            Hari ini hari minggu. Dinda duduk di ruang keluarga bersama keluarganya menikmati acara kartun yang ditayangkan. Sudah seminggu ini ia dan Dani berpacaran. Berpacaran dengan Dani tidak terlalu mengubah hidupnya. Hatinya masih sama seperti yang dulu. Milik Andika seorang. Meski Dani adalah pacar pertamanya. Dinda tidak merasakan getar getar yang Ia raskan pada Andika. Lagipula ia masih diam diam berpacaran. Orang tuanya belum mengijinkan ia pacaran. Ia juga belum bertemu Andika seminggu ini. Dinda sempat berpikir bagaimana respon Andika atas hubungan ini.
            Tok Tok Tok... “Assalamualaikum’’ sebuah suara yang Dinda kenal mengucap salam. Dinda kenal suara itu adalah suara Dani. Tapi Dinda juga ragu apakah itu Dani atau bukan, karena kemarin kemarin Dani tidak cerita kalau mau main kerumahnya.
            “Waalaikumsalam’’ sontak seluruh keluarga menjawab salam.
            Ayah Dinda pergi untuk membukakan pintu. Kemudian ia kembali dan memanggil Dinda.
            “Ada temanmu Din. Dani namanya” ucap Ayah Dinda
Dinda pun keluar ke ruang tamu. Dilihatnya disana bukan hanya ada seorang Dani. Tapi ada dua orang yang duduk manis disana. Andika duduk disamping Dani dan tersenyum pada Dinda. Senyum yang manis sama seperti biasanya.
            “Eh, kok nggak bilang bilang kalo mau main ?’’ tanya Dinda dengan suara bergetar.
            “Maaf Din, aku mau mengembalikan bukumu yang aku pinjem kemarin. Sekalian mau tau rumahmu dimana. Nggak apa apa kan ?’’ jawab Dani yang kemudian menaruh buku yang dibawanya dimeja.
            “Kamu nggak duduk Din ?’’ Andika yang sedari tadi diam mengeluarkan suaranya. Dinda tak sadar ia terus berdiri mematung. Dinda pun tersenyum lantas duduk.
            ‘’Aku kan udah bilang ke kamu kalau kapan kapan aku main kerumahmu ? Jadi waktu Dani mau kerumahmu aku ikut aja. Sekalian biar tau rumahmu Din.“ ucap Andika.
            ‘’Oh iya. Maaf’’ ketika suara itu keluar setetes air mata pun juga mengalir lembut di pipi Dinda. Ia teringat percakapan percakapannya dengan Andika dulu.
            ‘’Kamu kenapa Din ? Lagi sakit atau kenapa ?’’ tanya Dani kawatir. Terlihat Dani dan Andika begitu kawatir dengan keadaan Dinda.
            ‘’Enggak apa apa. Makasih ya sudah main. Aku emang agak nggak enak badan aja.”jawab Dinda bohong. Ia sudah tak tahan untuk melihat semua ini. Orang yang ia suka main kerumahnya bukan sebagai pacarnya tapi hanya sebagai sepupu pacarnya.
            ‘’Oh ya udah aku pamit ya, salam buat Ayah dan Mama mu Din’’ ijin Dani pulang karena ia merasa ada yang aneh dengan Dinda. Sebelum meraka pergi Andika masih sempat sempatnya tersenyum kepada Dinda. Senyum itu semakin membuat Dinda sakit. Setelah kepergian Dani dan Andika, Dinda berlari ke kamar. Ia menangis sejadi jadinya. Ia benar benar tak menyangka Andika datang ke rumahnya sebagai orang asing.
‘’Kenapa aku bisa sejahat ini sama Dani ? aku aku tau aku gak bisa lupain Andika. Tapi kenapa hati kecilku merasa Andika suka sama aku ? Tapi kenapa dia tidak pernah mencoba mendekatiku ?’’ Dinda menangis sejadi jadinya. Orang tua nya yang sedari tadi mengetuk kamarnya untuk menanyakan keadaannya tidak digubrisnya. Segera mungkin Dinda mengambil HP nya.
Bunga yang mekar kini berubah layu
            Aku bukanlah hujan di jiwamu yang kering keronta
            Aku menumbangkan segala rindu yang ada
            Melilit hati yang teronta
Memutuskan jembatan yang terpampang nyata
            Akulah Dinda Absisca Bramantya..
Maafkan Dinda yang memutuskan hubungan kita sampai disini

Dinda mengetik kata kata balasan dari puisi Dani untuknya waktu itu. Tak butuh waktu yang banyak, Dinda segera mengirimnya ke nomor Dani.

-END-

0 komentar:

Posting Komentar

 
Bela Sofiana Lenterawati Blogger Template by Ipietoon Blogger Template